Mahasiswa Ponorogo Tawarkan Jalan Sunyi: Aspirasi Lewat Dialog, Bukan Demo
![]() |
Audiensi berakhir dengan kesepakatan: Forkopimda bersama mahasiswa akan mengawal tujuh tuntutan hingga ke level pusat |
Ponorogo – Di saat mahasiswa di berbagai kota memenuhi jalanan dengan teriakan dan poster tuntutan, Ponorogo justru punya cerita berbeda. Kamis (4/9/2025), sekelompok mahasiswa dari PMII dan IMM datang ke gedung DPRD. Tapi jangan buru-buru membayangkan kerumunan dengan megafon dan barisan polisi. Yang ada justru kursi melingkar, air mineral, dan diskusi panjang.
Mereka memilih jalan audiensi. Bukan karena kehilangan semangat kritis, melainkan karena yakin suara bisa lebih didengar saat disampaikan dengan kepala dingin. Tujuh isu besar mereka bawa ke meja pertemuan: dari penghentian tindakan represif aparat, revisi RKUHAP, hingga desakan pengesahan UU Perampasan Aset.
“Kami merasa mahasiswa itu punya tanggung jawab moral. Jadi suara masyarakat harus tersampaikan dengan cara yang tepat,” ujar Azizah Intan Qurotunnisa, Ketua PMII Ponorogo, dengan nada tenang.
Nada serupa juga datang dari Ketua IMM Ponorogo, Robby Riski Wibiansah. Ia menilai wakil rakyat harus lebih terbuka pada kritik. “Kekuasaan itu berasal dari rakyat. Kalau rakyat mengingatkan, jangan dianggap ancaman,” katanya.
![]() |
Kang Bupati Sugiri Sancoko dan Dwi Agus Prayitno antusias dalam audiensi bersama mahasiswa di Ponorogo, jalur damai tanpa demo, Kamis (4/9/2025) |
Audiensi itu tak berlangsung sendirian. Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Kapolres, Kasdim 0802, hingga Ketua DPRD hadir duduk bersama. Forum terasa formal tapi cair, mirip rembukan keluarga besar. Sugiri bahkan menegaskan bahwa kritik adalah vitamin bagi pemerintah. “Tidak ada perjalanan dinas hingga akhir tahun. Kami ingin fokus menyelesaikan persoalan Ponorogo,” tegasnya.
Sementara Kapolres Andin Wisnu menanggapi isu dugaan kekerasan aparat dengan penjelasan bahwa investigasi masih berlangsung. “Butuh waktu sekitar 20 hari. Hasilnya akan diputuskan sesuai aturan hukum,” katanya.
Pertemuan pun berakhir dengan kesepakatan: Forkopimda bersama mahasiswa akan mengawal tujuh tuntutan hingga ke level pusat. Ketua DPRD Dwi Agus Prayitno, atau akrab dipanggil Kang Wie, menutup dengan sebuah ajakan sederhana, “Kritik boleh, aspirasi harus. Tapi jangan lupa, Ponorogo harus tetap rukun.”
Di luar gedung, suasana kota tetap tenang. Tak ada suara peluit, tak ada barikade polisi. Hanya langkah mahasiswa yang pulang dengan keyakinan: di Ponorogo, aspirasi bisa lantang tanpa harus berteriak di jalan.(Sw/Ny/Adv)